Perjuangan tidak identik dengan perang mengangkat senjata, kata itu sudah sering kita dengan dengar, namun dalam aplikasi kehidupan sungguh tidak seperti yang kita pahami bahwa perjuangan di masa dulu kala tanpa balas budi dan tanda jasa. Realita hidup yang pada akhirnya membuat manusia berjuangan untuk mendapat imbalan dengan sebesar-besarnya. Momen Kebangkitan Nasional 100 tahun sebaiknya menjadi koreksi diri bagi kita sejauhmana perjuangan kita untuk mengisi kemerdekaan berdampak pada diri kita dan lingkungan kerja maupun tempat tinggal, itu hal yang pertama yang harus kita lakukan setelah itu mari kita perbaiki sikap juang kita yang masih berorientasi pada materialistik.
Identitas kita sebagai warga negara bukan sekedar untuk hidup di suatu negara melainkan memberikan manfaat bagi diri dan warga negara lainnya. Sebagai seorang pemimpin bukan berarti kita punya hak penuh menentukan semua kebijakan tanpa melihat akibat bagi rakyat, kepentingan rakyat adalah prioritas yang harus di sampaikan dan utamakan bukan kepentingan sesaat.
Cobalah kita melihat sedikit kepemimpinan Umar khalifah di jaman sahabat Rasulullah, setiap keputusan yang beliau berikan adalah keuntungan bagi rakyatnya. Namun bagaimana dengan sosok kepemimpinan atau para pemimpin sekarang ?
Lihatlah ketika rakyat sedang kebingungan bagaimana harus berhemat dengan melonjaknya harga sembako namun pemimpin kita senyum dan tawa berkoar-koar ingin menaikkan harga BBM yang lebih hebat lagi 30% naiknya. Naiknya harga minyak dunia bukankah pemasukan negara akan naik dengan kata lain negara untungnya lebih.... kenapa malah negara menaikkan harga buat rakyat... sementara pajak pengusaha diberi subsidi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar